您的当前位置:首页 > 综合 > Riset Luminate 正文
时间:2025-05-25 10:08:10 来源:网络整理 编辑:综合
Warta Ekonomi, Jakarta - Di tengah maraknya penggunaan teknologi kecerdasan buatan generatif (Gen-AI quickq ios版本
Di tengah maraknya penggunaan teknologi kecerdasan buatan generatif (Gen-AI), riset terbaru dari Luminate dan Ipsos menemukan bahwa masyarakat Indonesia cukup sadar akan potensi bahayanya, tapi banyak yang belum menyadari betapa rentannya mereka terhadap disinformasi yang dihasilkan oleh AI.
Dalam survei ini, 75% responden percaya bahwa konten buatan AI bisa mempengaruhi pandangan politik publik. Sebagian besar juga merasa konten tersebut bisa mempengaruhi orang-orang terdekat mereka (72%), dan bahkan diri mereka sendiri (63%). Namun menariknya, dari 33% responden yang merasa pandangan politiknya tidak akan terpengaruh, 42% justru mengaku tidak yakin bisa membedakan mana konten asli dan mana yang dibuat AI.
Dinita Putri, praktisi tata kelola data dari Luminate, mengatakan, “Kami melihat pola yang konsisten di berbagai negara; semakin banyak orang memahami AI, semakin besar kemungkinan mereka menyadari risikonya. Begitu pula dengan Indonesia. Jika kita ingin membangun masyarakat yang tangguh terhadap disinformasi, kita perlu berinvestasi dalam meningkatkan kesadaran komunitas, bukan hanya di kalangan digital native, tapi di seluruh lapisan masyarakat.”
Survei ini juga menyoroti perbedaan cara pria dan wanita menilai kemampuan mereka sendiri. Walaupun secara umum keyakinannya hampir sama (70% pria dan 71% wanita mengaku cukup yakin), hanya 17% wanita yang merasa sangat yakin bisa mengenali konten AI—dibandingkan dengan 30% pria. Ini bisa jadi karena wanita cenderung merendah, atau sebaliknya, pria terlalu yakin.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, Pertamina NRE Manfaatkan Drone dan Kecerdasan Buatan untuk Inspeksi Panel Surya
Riset ini juga hadir di momen penting: Indonesia adalah salah satu negara paling aktif secara digital. Lebih dari 90% responden menggunakan WhatsApp setiap hari, dan penggunaan Instagram, Facebook, serta TikTok juga sangat tinggi. Dengan paparan sebesar itu, ditambah rendahnya literasi AI, risiko penyebaran disinformasi jadi semakin besar—terutama di negara dengan lebih dari 204 juta pemilih seperti Indonesia.
Salah satu organisasi yang fokus pada tata kelola internet dan hak-hak digital, ICT Watch, turut menekankan pentingnya kesadaran komunitas. “Literasi AI adalah fondasi penting untuk memastikan masyarakat dapat berinteraksi dengan teknologi secara etis, inklusif, dan bertanggung jawab,” kata Prasasti Dewi, Direktur Program ICT Watch, yang baru saja meluncurkan Kerangka Kerja Literasi AI Indonesia.
Ia melanjutkan, “Melalui Kerangka Kerja Literasi AI Indonesia, kami menekankan nilai-nilai hak asasi manusia dan tiga dimensi inti: kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI), kondisi sosial ekonomi, dan kesejahteraan. Penggunaan AI yang bermakna harus memberdayakan kelompok rentan, memperkuat partisipasi warga, dan mempromosikan keadilan digital di tengah perubahan teknologi yang begitu cepat.”
Fenomena ini juga terlihat di negara lain, bahkan yang sudah maju sekalipun. Di Prancis, Jerman, dan Inggris, lebih dari 70% responden yang paham AI dan teknologi deepfake mengaku khawatir terhadap dampaknya bagi pemilu. Riset serupa menunjukkan bahwa publik makin cemas dengan peran platform digital yang dianggap bisa melemahkan demokrasi, dan banyak yang menuntut kendali lebih besar atas data pribadi mereka.
Baca Juga: Indosat Dorong Sektor Pertambangan Adopsi Teknologi Kecerdasan Artifisial
Sementara itu di Amerika Latin, dukungan terhadap regulasi AI meningkat jadi 65% di kalangan yang paham betul teknologinya. Pemahaman soal AI terbukti membuat masyarakat lebih sadar akan resiko nya—terutama soal integritas pemilu dan kesenjangan sosial.
“Riset dari berbagai negara menunjukkan satu hal penting: pemahaman soal AI sangat penting untuk melindungi demokrasi. Warga Indonesia yang sangat aktif di dunia maya perlu memiliki literasi AI yang memadai. Hal ini dapat dicapai dari kerja sama berbagai pihak; baik pemerintah, platform hingga komunitas, pendidik, dan organisasi masyarakat sipil untuk meningkatkan pemahaman,” tutup Dinita.
Ipsos melakukan survei terhadap 1.000 responden berusia 21–65 tahun di Indonesia dengan metode online, pada tanggal 28 November hingga 6 Desember 2024. Survei menggunakan kuota berdasarkan usia, jenis kelamin, wilayah, dan status pekerjaan. Hasil akhir disesuaikan agar mewakili populasi nasional. Survei ini dilakukan dalam Bahasa Indonesia.
Anies PD Kuasai Isu Pertahanan di Debat Capres2025-05-25 09:25
Sam Altman Gelontorkan Rp104 Triliun Demi Bunuh iPhone! OpenAI Rekrut Otak di Balik Apple2025-05-25 09:23
TKN Sebut Pendukung Prabowo2025-05-25 09:21
FOTO: Menatap Keindahan Musim Semi di Richmond Park London2025-05-25 08:52
Apa yang Terjadi Pada Tubuh Saat Minum Alkohol?2025-05-25 08:47
Dalam Empat Bulan, Sri Mulyani Laporkan Negara Telah Kantongi Rp557,1 Triliun dari Pajak2025-05-25 08:37
Kenapa Kehujanan Bikin Sakit? Ini yang Harus Kamu Lakukan2025-05-25 08:21
Ditemukan Kejanggalan, KPU Akan Lakukan Pemungutan Suara Ulang di Kuala Lumpur2025-05-25 08:06
Ratna Bayar Oplas dari Rekening Bantuan Danau Toba2025-05-25 07:47
Saham LVMH & Hermès Terkapar, Trump Pukul Barang Mewah Eropa2025-05-25 07:38
Jika Ada Leasing Eksekusi Sembarangan, APPI Bakal Tindak Tegas2025-05-25 09:57
Transjakarta Mau Ganti EDC ke ToB, Target Rampung Akhir Tahun2025-05-25 09:57
Kinerja Kinclong, Laba Bersih AISA Melonjak 269%2025-05-25 09:00
Wujudkan Pemilu Damai, Kaops NCS Polri Ajak Habib Syech2025-05-25 08:44
Pengajuan Perlindungan SYL ke LPSK Ditolak2025-05-25 08:37
Tatap Tahun Penuh Tantangan, Ini Tiga Fokus Utama J Trust2025-05-25 08:32
KPK Periksa Dirut PT PJB atas Kasus PLTU Riau2025-05-25 08:18
FOTO: Kala Nenek2025-05-25 07:43
Kasus Pelecehan Seksual, Uber Dituntut US$1,9 Juta2025-05-25 07:36
Penghuni IKN akan Dibatasi 2 Juta Penduduk, Kepala Otorita Ungkap Alasannya2025-05-25 07:31