Banjir Jakarta, Salah Siapa? (Bagian I)
Hampir di setiap awal tahun, Jakarta dilanda banjir akibat curah hujan yang cukup tinggi di musim penghujan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan hampir setiap tahun memang memperkirakan puncak musim hujan di Jakarta dan sekitarnya, dan Pulau Jawa umumnya, adalah antara Desember hingga Februari.
Letak Indonesia yang berada di wilayah tropis dengan geografis berupa kepulauan mengakibatkan curah hujan yang cukup tinggi, selain karena faktor dampak dari perubahan iklim global. Pun pada 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga memperkirakan bahwa bencana yang akan paling banyak terjadi adalah bencana hidrometeorologi.
Diperkirakan banjir, longsor dan puting beliung masih akan mendominasi bencana selama 2018. Diperkirakan lebih dari 90 persen adalah bencana hidrometeorologi. Selain faktor letak dan geografis, faktor perubahan iklim global juga semakin meningkatkan kejadian hujan ekstrem sehingga mengakibatkan sering terjadi hujan yang deras sekali.
Meskipun ada faktor alam, tetapi banjir, longsor dan puting beliung semakin meningkat dan meluas lebih banyak disebabkan oleh faktor antropogenik atau ulah manusia. Eksploitasi lingkungan dan sumber daya alam dan meluasnya perubahan penggunaan lahan selama puluhan tahun berdampak pada peningkatan dan perluasan kejadian bencana hidrometeorologi.
Banyak perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan, dari sawah pertanian menjadi permukiman, yang tanpa diikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Kalaupun ada rencana tata ruang yang betul-betul mengatur ekosistem, dalam praktiknya masih sangat rendah memperhatikan konservasi tanah dan air.
Karena faktor manusia, di banyak tempat, termasuk Jakarta, ketika terjadi hujan lebat sedikit saja sudah terjadi banjir karena kondisi lingkungan dan daya tampung yang sudah terlampaui. Tidak hanya banjir dan longsor, kepadatan penduduk juga mengakibatkan perubahan tekanan udara sehingga berpeluang terjadi angin puting beliung karena udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah.
Masyarakat banyak yang menempati daerah-daerah yang secara alamiah rawan bencana. Di bantaran sungai, di tebung-tebing, di lereng-lereng, dengan mitigasi bencana yang melindungi mereka masih sangat minim.
(责任编辑:知识)
- ·Sandiaga Bantah Ada Pertemuan dengan Anas, Nazar, dan Dudung
- ·Dua Hari Gelar Tenda, 15 Orang Demo di Depan Balai Kota Minta Dirut Bank DKI Dicopot
- ·Specialty Coffee Expo 2025 di Houston Menjadi Tujuan BNI Xpora Bawa Kopi Sumatra
- ·Hasto Belum Ditahan KPK, Bungkam Usai Diperiksa Selama 3,5 Jam
- ·Kerja di Perusahaan Tambang Jadi Impian? Yuk Gabung PT GSI, Lulusan SMP Bisa Join Nih
- ·Kado Hardiknas! Pelajar dan Mahasiswa di Jakarta dapat Kesempatan Klaim Saldo Dana Kaget Hari Ini
- ·Bonus Demografi Energi: Kisah Anak Muda yang Mengubah Indonesia Jadi Lebih Hijau
- ·Oknum TNI Diduga Bunuh Wanita Muda di Sorong Papua, Koarmada III: Tak Ada Toleransi!
- ·Hari Ini, Flyover Pancoran Sudah Siap Dilalui, Tapi...
- ·Soal Pengembalian UN, PBNU: Perlunya Standarisasi Pendidikan
- ·TikToker Galihloss3 Ditetapkan Tersangka Dugaan Penistaan Agama
- ·Hasto Belum Ditahan KPK, Bungkam Usai Diperiksa Selama 3,5 Jam
- ·Semanggi Tak Bercahaya Lagi, Pramono Geram Lampu Dicuri
- ·Jawab Tudingan PSI, Bank DKI Tegaskan Transaksi KJP Plus Tetap Aman
- ·Telkomsel Perluas Jaringan Hyper 5G di Batam, Kini Ada 112 BTS 5G
- ·Kadin Dorong Percepatan Program Gizi Nasional: Sinergi Lintas Sektoral Jadi Kunci
- ·Lewat Raperda Kepemudaan, Mas Dhito Perluas Ruang Gerak Pemuda di Kabupaten Kediri
- ·4 Oknum Polisi Disidang Etik, AKP hingga Brigadir Didemosi Terkait Dugaan Pemerasan Penonton DWP
- ·Jalan di Tanah Abang Jadi Lapak PKL, Menhub: Tak Benar Itu!
- ·Hasto Belum Ditahan KPK, Bungkam Usai Diperiksa Selama 3,5 Jam